Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Berikut:9 Langkah Untuk Revitalisasi Angkutan Umum Jakarta.
1.Langkah pertama
Penegakkan Hukum. Minimnya penegakkan hukum saat ini membuat tidak disiplinnya para awak atau pengemudi angkutan umum. Para pengemudi terlihat jadi biasa dan bebas melakukan pelanggaran hukum atau aturan lalu lintas.
Kebebasan itu sangat terlihat seperti hal bus angkutan umum saat menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat tanpa menghitung kemanan penumpangnya.
Begitu pula sulitnya mencari penumpang dan mengejar target setoran harian, membuat para pengemudi angkutan umum berhenti dan menjadikan setiap jalan sebagai terminal liar.
Akibatnya adalah penumpukan kendaraan lain di belakang yang menimbulkan kemacetan serius karena berkurangnya kapasitas jalan dikarenakan adanya terminal liar.
2.Langkah keduamengadakan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi angkutan umum di Jakarta. Sesuai dengan norma hukum yakni dalam pasal 141 dan pasal 198 UU no: 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur bahwa setiap layanan angkutan umum harus mempunyai SPM.
Keberadaan SPM ini akan melindungi hak konsumen atau pengguna angkutan umum untuk mendapatkan jaminan pelayanan yang baik, nyaman serta aman.
Tanpa SPM maka konsumen sebagai pengguna angkutan umum akan banyak terlanggar hak-haknya seperti sekarang ini.
Saat ini seringkali terjadi kecelakaan lalu lintas dimana awak angkutan umum yang ugal-ualan membahayakan penumpangnya, kondisi bus yang sudah sangat rusak tak terawat dan maraknya krimininalitas serta pelecehan di angkutan umum.
Dalam aturan hukum yang ada di UU nomor: 22 tahun 2009 diatur bahwa perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal, memenuhi bagi penggunanya berupa:
keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, keteraturan dan mengakomodir kebutuhan penyandang cacat. Melihat aturan ini sebenarnya Dinas Perhubungan Pemprov Jakarta tinggal mengadopsi dan mengimplementasikan saja aturan SPM tersebut di Jakarta.
3.Langkah ketiga
Melakukan Evaluasi Trayek Angkutan Umum Eksisiting (Reguler). Harus diakui dan dilakukan sebuah evaluasi atau restrukturisasi trayek dengan berorientasi sebagai feeder untuk kereta api dan Transjakarta. Pada tataran operasional banyak trayek angkutan umum tumpang tindih.
Trayek yang tumpang tindih tersebut tidak hanya berdampak bagi pengguna, tetapi juga bagi pengusaha dan pengemudi.
Terjadi persaingan tidak sehat karena tidak aksesnya dan tidak terintegrasinya trayek yang sudah ada.
Kondisi ini mengakibatkan pengguna angkutan umum harus melakukan banyak perpindahan moda lain seperti taksi atau ojek dan akhirnya mengakibatkan biaya tinggi bagi pengguna angkutan umum. Bahkan, trayek yang tumpang tindih ini bisa memicu masalah keselamatan.
Oleh karenanya, diperlukan adanya evaluasi trayek (semacam re-routing) secara menyeluruh terhadap operasional angkutan umum existing, di Jakarta.
Kondisi nyata sekarang sebenarnya sudah banyak trayek angkutan umum terutama bus besar yang mati. Data Dinas perhubungan Jakarta menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 6.000 trayek, tetapi yang beroperasi hanya 2.800-an. Evaluasi terhadap trayek sangat perlu dilakukan dan haruslah memenuhi orientasi:
menegakkan aturan, izin trayek adalah milik pemerintah bukan milik pengusaha (operator). Evaluasi trayek dilakukan untuk mengetahu kebutuhan armada dalam trayek, membatasi pemberian izin trayek baru secara selektif, melakukan pengalihan kendaraan dari rute “kurus” ke rute “gemuk” dan memulai system pemberian ijin trayek berdasarkan “Quality Licencing” atau Lelang.
Evaluasi trayek ini juga harus dilakukan dengan mengintegraikan strategi yang membuka luas peluang untuk melakukan perjalanan kombinasi antara kendaraan pribadi dan angkutan umum.
Strategi itu ditujukan dengan memfasilitasi peluang perjalanan kombinasi ini adalah dengan membangunkan fasilitas park and ride (fasilitas Parkir dan Menumpang).
Fasilitas Park n Ride ini dapat dibangun di pinggir kota Jakarta yang akses dengan angkutan umum massal seperti Transjakarta atau kereta api komuter Jabodetabek.. Fasilitas untuk melanjutkan perjalanan ke tengah kota.
4.Langkah keempat
Memperbaiki layanan kereta api komuter Jabodetabek. Idealnya, angkutan kereta api menjadi tulang punggung (Back Bone) sarana angkutan umum massal di Jakarta dan sekitar (Jabodetabek). Revitalisasi ini merupakan wujud satu kesatuan dari revitalisasi angkutan umum berbasis jalan raya serta berbasis rel yakni kereta api.
Idealnya juga adalah pengelolaan kereta api haruslah di bawah kendali Gubernur Jakarta tidak seperti sekarang, gubernur tidak memiliki otoritas apa pun dalam mengontrol operasional kereta api di Jakarta.
Sehubungan dengan ini maka sudah saatnya PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) memberikan ruang juga pada pemerintah provinsi Jakarta sebagai salah satu operator kereta api komuter.
5.Langkah kelima
Meningkatkan biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi di Jakarta. Saat ini pengguna kendaraan pribadi sangat dimanjakan dan enak sekali.
Betapa tidak, hingga saat ini pengguna kendaraan pribadi sangat murah biaya parkirnya, bias parkir dimana saja, dapat subsidi BBM dan bebas berkeliling kota tanpa bayar.
Issue murah berkendaraan bermotor pribadi di Jakarta ini mendorong peralihan dari pemakai kendaraan umum ke angkutan pribadi.
Akhirnya pada gilirannya memperparah kemacetan, menurunkan kinerja lalu lintas, meningkatkan kecelakaan dan memperparah kualitas udara kota Jakarta.
Langkah berani untuk meningkatkan biaya penggunaan kendaraan pribadi perlu diambil oleh pemerintah daerah Jakarta, diantaranya dengan penerapan Kebijakan Parkir Mahal Berdasarkan Zonasi, penerapan Jalan Berbayar (Electronic Road Pricing/ERP dan mencabut subsidi BBM.
Pendapatan yang diperoleh dari peningkatan biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi dapat digunakan untuk mensubsidi angkutan umum.
6.Langkah keenammelakukan kebijakan mensubsidi angkutan umum. Dalam konteks politik manajemen transportasi, hanya angkutan umum yang berhak atas subsidi, bukan kendaraan pribadi (subsidi BBM).
Namun yang terjadi yakni sebuah kebijakan bodoh yakni faktanya, kini justru kendaraan pribadi yang dominan menikmati subsidi setidaknya melalui subsidi BBM.
Padahal dalam konteks tarif, tidak seharusnya besaran tarif ditanggung semuanya oleh konsumen. Sebagian tarif seharusnya menjadi beban (subsidi) pemerintah daerah Jakarta atau bahkan pemerintah pusat.
Kebijakan mensubsidi angkutan umum dan mencabut subsidi BBM untuk memecahkan kemacetan dengan menekan penggunaan kendaraan bermotor karena berbiaya tinggi ini justru kota besar dunia. Sebagai contoh di kota Turin Italia, pengguna angkutan umum hanya menanggung 30% besaran tarif sedangkan yang 70% dibebankan kepada pemerintah kota setempat.
Begitu pula pemerintah Italia untuk membangun infrastruktur transportasi angkutan umum biaya ditanggung 60% oleh pemerintah pusat dan sisanya 40% oleh pemerintah daerah (kotanya). Oleh karenanya, perlu dicarikan formulasi yang tepat untuk subsidi angkutan umum ini.
7.Langkah ketujuh
melakukan perbaikan kelembagaan bisnis atau operator angkutan (regular) yang ada sekarang. Kondisi bentuk kelembagaan operator angkutan umum regular saat ini masih banyak yang tidak sesusia badan usaha bisnisnya dan melanggar aturan manajemen angkutan umum.
Kelembagaan angkutan umum sesuai amanat Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 harus dikelola oleh sebuah badan hukumnya.
Badan hukum kelembagaan bisnisnya sebuah PT atau Koperasi namun pengelolaannya mayoritas masih secara pribadi Individu).
Akibatnya adalah kesulitan dalam mengontrol, membina dan mengembangkan pelayanan angkutan umum karena operator banyak sekali yang individu-individu bukan sebuah manajemen badan hukum yang jelas.
Kondisi ini selanjutnya membuat pemerintah daerah Jakarta sangat kesulitan misalnya membuat apalagi menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi penggunanya.
Secara nyata para operator yang individu-individu ini sulit diatur dan dikontrol dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar operator angkutan umum.
Sehingga jelas sangat diperlukan evaluasi total kelembagaan pengelolaan angkutan umum, yakni harus berupa badan hukum dan pengelolaannya bukan individu-individu.
Langkah ketujuh, melakukan perbaikan kelembagaan bisnis atau operator angkutan (regular) yang ada sekarang. Kondisi bentuk kelembagaan operator angkutan umum regular saat ini masih banyak yang tidak sesusia badan usaha bisnisnya dan melanggar aturan manajemen angkutan umum. Kelembagaan angkutan umum sesuai amanat Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 harus dikelola oleh sebuah badan hukumnya.
Badan hukum kelembagaan bisnisnya sebuah PT atau Koperasi namun pengelolaannya mayoritas masih secara pribadi Individu).
Akibatnya adalah kesulitan dalam mengontrol, membina dan mengembangkan pelayanan angkutan umum karena operator banyak sekali yang individu-individu bukan sebuah manajemen badan hukum yang jelas.
Kondisi ini selanjutnya membuat pemerintah daerah Jakarta sangat kesulitan misalnya membuat apalagi menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bagi penggunanya.
Secara nyata para operator yang individu-individu ini sulit diatur dan dikontrol dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar operator angkutan umum.
Sehingga jelas sangat diperlukan evaluasi total kelembagaan pengelolaan angkutan umum, yakni harus berupa badan hukum dan pengelolaannya bukan individu-individu.
8.Langkah kedelapan
Pembatasan usia kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta.
Pembatasan Usia Kendaraan Bermotor Umum perlu dilakukan agar ada jaminan secara sistematis bahwa angkutan umum akan berkembang pelayannnya dan tehknologi armadanya.
Pengalaman di kota-kota di dunia saat ini terus menetapkan dan mengkontrol ketat layanan angkutan umumnya melalui kebijakan pembatasan usia armadanya.
Pembatasan itu juga membuat pemilik kendaraan bermotor yang tua diharuskan membayar pajak yang lebih tinggi berlipat ganda dibandingkan kendaraan bermotor usia lebih muda.
Begitu pula perkembangan tehknologi angkutan umum ini akan memberikan angkutan umum yang terus berkembang fasilitas kenyamanan, kemanan dan keterjangkauannya.
Kondisi berkembangnya angkutan umum secara teratur lewat pembatasan usia armadanya akan memberikan dorongan pengguna kendaraan pribadi berpindah ke angkutan umum.
Pembatasan usia kendaraan ini sebenarnya sudah ada yang diterapkan saat ini yakni bagi angkutan umum taksi di Jakarta. Taksi yang beroperasi di Jakarta saat ini umurnya tidak lebih dari 7 tahun dan
kualitas tehknologinya terus berkembang.
Pembatasan usia dan berkembangnya tehknologi taksi di Jakarta menghasilkan pelayanan yang baik.
9.Langkah kesembilan
melakukan restrykturisasi Dinas Perhubungan menjadi Dinas Transportasi dan Infrastruktur Jakarta. Sebagai penunjang penting dalam revitalisasi pelayanan angkutan umum adalah juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas institusi yang yang menangani angkutan umum itu sendiri.
Untuk itu langkah ke delapan yang harus dilakukan untuk merevitalisasi angkutan umum adalah merestrukturisasi organisasi Dinas Perhubungan menjadi Dinas Transportasi dan Infrastruktur. Restrukturisasi Dinas Perhubungan ini perlu untuk meningkatkan kinerja pengelolaan transportasi dilakukan melalui penggabungan beberapa Satuan Kerja/Unit Kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terkait pengelolaan transportasi.
Pemberdayaan penggabungan fungsi ini dilakukan terhadap Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, dan UPT Parkir ke dalam satu lembaga (Dinas) baru seperti yang dilakukan oleh Singapura melalui Land Transport Authority (LTA)nya dan Jepang dengan Ministry of Land, Infrastructure, and Transport-nya.
Penggabungan ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan transportasi yang terpadu, efektif, dan efisien serta di dalam satu koordinasi.